Desember
Malam
semakin kelam
Ombak
menyambar pantai
Cahya
semakin redup
Hari
mulai berganti
Masih
ada cinta dalam jiwa
Cinta
yang bagaikan sebuah gold
Seakan
telah menjadi abadi
Semakin
hari kian kuat
Semua
telah kuutarakan
Indahnya
benih yang telah tertanam
Semua
telah kupertahankan
Tinggal
satu kepastian
Ini
akan menjadi saksi
Apakah
masih pantaskah diriku
Dalam
cinta yang kupertahankan
Inilah
kenyataan yang harus kuterima
Bulan
desember, bulan ini merupakan waktunya musim hujan. Bagiku bulan
desember adalah bulan yang sangat istimewa dihidupku. Dibulan ini aku
bisa mengenal seorang laki-laki yang membawa perubahan yang luar
biasa bagiku. Aku sangat bersyukur bisa mengenal dan mencintainya.
Walaupun nantinya hatiku terluka akan suatu kenyataan yang harus
kuterima. Aku ingin sekali kembali ke bulan desember tahun lalu
disaat dimana aku mulai mengenalnya untuk merubah peristiwa yang aku
lalui selama ini, namun tentunya kita tahu bahwa waktu tak bisa
diputar... dijilat bahkan dicelupin. Aku mulai mengenalnya ketika
kedua temanku menceritakannya, Tara dan Ella.
“ Ira
! “ seru Ella dari pintu kelas, dia merupakan seorang gadis yang
selalu memakai kacamata. Kami ini teman satu kelas di sekolah
menengah atas kelas sepuluh.
“ ada
apa ? “ tanyaku heran dengan tingkah Ella disusul oleh Tara. Aku
diapit oleh mereka berdua.
“ kamu
lagi dekat sama kakak kelas ? “ tanya Ella mantap.
“ aku
rasa tidak. Kenapa ? “
“ beneran
? “ tanya Tara memastikan.
“ iya.
Kenapa ? “ tanyaku.
“ kemarin
aku dengar percakapan kakak kelas. Seorang laki-laki menanyai tentang
dirimu. “ terang Ella.
“ siapa
? “
“ emm..
itu lho.. pradana kelas dua belas. “
“ entahlah..
“ jawabku ragu dan memang aku tidak tahu siapa laki-laki itu.
“ dan
aku dengar dia sedang meminta nomor telfonmu Ra.. “. Aku tidak
percaya akan cerita mereka. Itulah aku, aku tidak akan percaya akan
suatu hal tanpa adanya suatu buktiakurat. Namun jujur saja, semenjak
itu aku mulai mencari tahu tentang laki-laki itu.
Namaku
Ira Ariyanti, aku seorang siswi kelas sepuluh jurusan ilmu sosial.
Aku mengikuti sebuah organisasi di sekolah, yaitu pramuka. Dari
situlah semua berawal. Dari sekolah dasar aku mengikuti pramuaka
sampai sekarang ia masih kujalani. Aku bangga walau kadang ada rasa
malas juga.
Besok
akan ada kegiatan repling dari pramuka. Aku belum tahu kegiatan
seperti apa repling itu. Saat tiba dilokasi, aku melihat laki-laki
itu tengah menyiapkan peralatan. Dia bak guru. Dia menerangkan
bagaimana cara menggunakan tali jiwa untuk repling nanti. Entah
mengapa, aku menahan tawa dengan tersenyum selama ia menerangkan.
Unik, itu kesanku dengan suaranya. Setelah sekian lama menunggu,
tibalah giliranku. Ini membuatku grogi, ya. Aku dibantu laki-laki
itu, sangat dekat. Sampai dekatya, aku tak berani menatap wajah
mantan pradana laki-laki itu. Dia ada dihadapanku, suaranya begitu
jelas. Ia memberiku instruksi bagaimana caranya saat ia sudah
melepaskan pegangannya dan aku benar-benar sudah melepaskan kakiku
dari jembatan. Astaga.. jantungku masih berdegup cepat bak habis
berlari kencang. Melihatnya pun tak berani, hanya bisa mengguminya
dalam diam. Tetapi aku benar-benar sial hari ini, hijab coklatku ini
tersangkut dipengaitnya. Aku berjuang untuk bisa membenahinya tanpa
melepas hijabku. Berhasil. Tak ada usaha tak ada hasil. Kita haruslah
selalu berusaha jika kita ingin mewujudkan dan menghasilkan sesuatu.
Malam
hari setelah hari itu, aku membuka buku pelajaranku. Belajar tugasku
sebagai pelajar. Terdengar nada pesan masuk dari handphone-ku.
Kuambil benda itu yang tergeletak disamping buku. Nomor baru,
batinku.
Assallamu’allaikum
adek-adek.
Itulah pesan singkat yang tertera dilayar. Aku tak perduli dengan
pesan tersebut sehingga aku hanya mengabaikan pesan itu dan
melanjutkan belajarku. Namun, dari kata ‘adek‘ sepertinya ini
pesan dari senior pramukaku. Malam berikutnya, aku ingat dengan
percakapanku dengan kedua temanku itu. Hmm.. mungkinkah. Aku
memberanian diri untuk membalas pesan singkat nomor baru itu walaupun
terlambat.
Waalaikumsallam.
Siapa ya ?. balasku.
Saya
mantan P kelas 12.
Aku kira ia tidak akan membalas karena aku terlabat satu hari.
Sebenarnya aku sudah tahu jika dia mantan pradana, namun aku terus
mendesak dan pura-pura tidak tahu. Dan akhirnya ia menyebutkan nama,
Adi setyawan. Benar-benar menyenangkan mengerjani hal seperti ini.
Saat itulah kami saling berkomunikasi. Sering. Namun, anehnya yang
membuatku geli adalah walaupu kami saling berkomunikasi di handphone
tapi saat bertemu bak orang yang tak mengenal, jarang berkomunikasi.
Suatu
pagi dihari minggu, aku masih belum berkunjung ke kamar mandi.
Tiba-tiba tertengar bunyi panggilan. Nomor baru lagi.
“ hallo,
siapa ya ? “ tanyaku.
“ ini
saya, Adi. “ jawabnya. Astaga ini Kak Adi, jantung berdegup cepat
dan senyuman mengembang hebat. Ini pertama kalinya ia menelfonku
dipagi hari seprti ini. Kami berbicara banyak. Dari A sampai Z.
Aku
selalu memperhatikannya di sekolah. Saat ia berjalan, olahraga, di
kelasnya, di mushola dan dimana pun ia berada jika aku menemukan
sosoknya. Seakan hari tanpa melihatnya akan terasa kurang lengkap.
Aku selalu bisa tersenyum lebar jika melihatnya. Dia bagaikan
semangat dalam hidup. Bak mentari yang selalu menyinari hari walaupun
gelap sekalipun. Aku dan Kak Adi saling mengirim pesan, aku masih
tidak mempercayai hal ini. Semakin hari semakin aku jatuh hati
kepadanya. Ia bisa membuatku mejadi lebih baik dari hidupku yang
dulu. Senyuman bertambah lebar, tawa semakin nampak dan hati semakin
dalam.
Kuputuskan,
malam ini aku memberanikan diri untuk menanyakan perasaannya
terhadapku. Aku menanyainya dengan bahasa Prancis. Deg deg deg..
awalnya aku ragu untuk mengirimkan pesan yang telah kuketik, dengan
mantap kukirim pesan itu dan kubanting handphone-ku
yang tak bersalah ke kasurku.
Est-ce
que tu aimes a Ira Ariyanti ?. pesanku.
Comment
ca, je ne peux toujours pas determiner.
Balasnya dalam bahasa Prancis juga. Bagus, dia belum bisa
menentukannya. Entahlah.. mungkin ia masih bingung dengan hatinya
atau apa. Tapi aku menerima jawaban itu walaupun kecewa juga hati
ini, walaupun begitu dia masih menjadi mentari dihati. Walau badai
menerjang hebat hati tetap sang mentari hinggap dihati. Walau petir
menyambar dengan kilatan namun pelangi selalu ada dibaliknya. Itulah
dia, Kak Adi.
Napak
tilas. Sebelum acara ini aku dan rekan-rekan pramuka menempuhnya,
kami membuat kompor lapangan di kelas. Kopor yang terbuat dari dua
buah kaleng bekas dan berbahan kapur dan spirtus untuk menghasikan
api. Saat aku sedang memotong kaleng-kaleng ini, terdengar gemrincing
lonceng dan benda-benda yang seoal bertubrukan hingga menghasilkan
suara. Jangtung lagi-lagi merdetak hebat, dari suara gemrincing itu
aku tahu bahwa dia adalah Kak Adi. Panas dingin merasukiku. Grogi
berada pada tubuhku. Karena terlalu grogi dalam diri aku melukai ibu
jariku ini yang kini telah dibalut dengan perban putih. Hidupku
bertambah lengkap lagi akan hadirnya seorang alumni laki-laki yang
juga juga pernah menjabat dalam organisasi pramuka yang kutemui dan
kukenal saat kegiatan Napak Tilas. Seorang laki-laki yang bisa
membuatku nyaman dalam semalam akan perhatiannya terhadapku bahkan
melebihi perhatiannya terhadap adik-adiknya yang juga rekan anggota
pramuka . Saat kejadian itu, hatiku semakin bimbang siapa yang
kusukai. Hatiku goyah akan datangnya laki-laki yang baru kutemui itu,
dia bak bisa mengendalikan hidupku dalam sekejab dan membuatku harus
memilih diantara dua pilihan. Apa aku serakah jika aku memilih
keduanya ? entahlah.
Dunia
ini serasa jungkir balik kurasa. Hati gundah tak menentu. Apa yang
harus kupilih, bertahan untuk Kak Adi atau hati yang berpindah untuk
laki-laki itu. Semua menjadi jelas kala aku dan laki-laki itu mendaki
bersama di gunung, cinta yang tumbuh serasa telah muncul dipermukaan.
Aku mencintai laki-laki itu, laki-laki yang kutemui kala itu. Aku
memang mencintai orang lain, namun kagumku untuk Kak Adi.
Disaat
cinta kami yang begitu besar. Cinta yang telah kami bangun mulai
rapuh. Cinta yang kami tanam bersama di gunung sebagai pohon rindang
telah kering. Dikala kerapuhan itu, aku masih ingin mengetahui
jawaban Kak Adi saat ia belum bisa menentukan hatinya. Kak,
aku mau tahu soal pertanyaanku yang belum Kakak pastikan saat itu.
Tolong jawab Kak.
Pintaku dalam sebuah pesan.
Sebelumnya
maaf ya, bukannya gak mau jawab tapi kayaknya Kakak udah gak
terobsesi buat ngelanjutin lagi. Kakak kan gak pengen jadi perusak
hubungan orang lain.
Kak,
aku kan hanya ingin tahu saja. Aku mohon Kak. Apakah Kakak suka
padaku ?.
Iya
Dek, Kakak suka kamu. Pesan
yang singkat namun mendalam, bagai petir yang menyambar hati yang
rapuh dan akan hancur. Aku tak bisa menahan air mata ini.
Bendungannya tak kuat untuk menahan kenyataan yang ada. Semua keluar
tanpa syarat. Kenyataan ini tak bisa kami hindari. Rasanya aku
bersalah atas semua ini. Panas rasanya, namun juga dingin. Aku hanya
bisa mengagumimu saat ini. Maaf Kak..
Semua
telah hancur, seperti kapal yang menabrak karang. Hanya
serpihan-serpihan luka yang tersisa. Serpihan yang tak mudah
disatukan kembali. Memang benar, cinta yang telah hancur tak tak
dapat menyatu kembali. Laki-laki itu bukan jodohku. Bahkan mungkin
sejak awal ia bukan untukku, aku sadar ia hanyalah seseorang yang
menguji keyakinanku terhadap hati ini untuk Kak Adi. Kecewa bercampur
penyesalan. Kuhabiskan berhari-hari, berminggu-minggu bahkan
berbulan-bulan hingga kini aku kelas sebelas kugunakan untuk
menyesali dan meneratapi kesalahan dimasa lalu. Selama hampir lima
bulan aku hidup dalam masa lalu yang membuatku termenung dan menjadi
sosok Ira Ariyanti yang berbeda.
Teman-temanku
bahkan menyadari hal itu. Sosok laki-laki yang kucintai yang dapat
membuatku nyaman dalam semalan itu telah pergi, begitu juga Kak Adi
yang telah lulus. Sekarang aku tahu rasanya jika seseorangyang kita
sayangi atau kita kagumi akan pergi dari tempat yang sama dengan diri
kita, dan saat ia sudah pergi hanya kenangan yang ada disana. Tak ada
lagi sang mentari yang menyinari hati dikala sendiri. Aku tetap
mencoba tersenyum lebar dikala hati ini remuk dilanda badai yang
berkepanjangan. Musim dingin yang tak kunjung semi. Bak daun-daun
kering yang berjatuhan.
Kini
kusadari lebih dalam, laki-laki itu datang untuk mengujiku dan memang
bukan untukku. Kak Adi lah laki-laki yang dapat membuatku jatuh hati,
hanya dia ternyata. Maaf Kak Adi, aku terlambat menyadari. Jalan yang
kulalui ternyata buntu dan harus kutempuh balik untuk mengejar sosok
mentari itu yang telah berada di tengah jalan diujung sana.
Hari
ulang tahunnya sebentar lagi. Aku berencana memberinya hadiah
sederhana. Jika kulihat tanggal, kebetulan hari itu ada acara pramuka
di sekolah. Ini kesempatan bagus. Hadiah telah kupersiapan seminggu
sebelum harinya. Berharap ia datang ke acara pramuka ini. Tetap
bersabar menunggu hingga acara selesai. Selalu kuawasi halaman depan
sekolah dari balik kaca dalam ruangan. Tidak datang. Haruskah aku
datang ke kediamannya ?. entah. Tanpa direncana, aku dan teman-teman
menuju rumah teman sekelasku untuk meminjam pakaian yang akan mereka
gunakan saat pementasan seni tari besok. Kebetulan juga, rumah teman
sekelasku itu berdekatan dengan rumah Kak Adi. Tak disangka lagi,
laki-laki itu berada diujung jalan. Dengan serentak, Ida temanku
memanggil Kak Adi. Laki-laki itu menuju kearah kami.
“ Ra..
ayo bilang ! “ ujar Tara. Aku grogi, ucapan selamat ulang tahun dan
keinginan hati berbeda jauh dengan apa yang kuucapkan dari bibir ini.
Perkataan yang meleceng jauh dari tujuan. Kaku ditempat melihat Kak
Adi yang ada dihadapanku dengan pakaiannya yang santai. Bahkan Ida
sampai greget melihatku salah tingkah begini, merebut tas punggungku
dan mengeluarkan sebuah kotak kecil bervolkadot warna warni ia
berikan ketanganku. Aku tahu maksud temanku ini.
“ ini
Kak. “ ucapku singkat. Kulihat wajah Kak Adi yang tampak malu dan
dapat ia sembunyikan dari kami. Benar-benar tak kupercayai lagi. Ini
pertama kalinya aku memberikan hadiah dari tanganku sendiri untuk
seorang laki-laki yang aku kagumi dan sayangi.
“ Ayo
Dek, mampir dulu ! “ ajaknya kepada kami. Tentu kami menolak halus
ajakan itu. Apalagi hari semakin gelap. Aku harus mengantar Ida dulu
yang rumahnya jauh.
Beberapa
minggu kemudian di bulan Desember, aku menemui Kak Adi untuk
mengantarkan surat undangan kemah. Tadinya ragu untuk bertemu dan
serasa jantung berdegup kencang. Bak bunga mekar dihati, aku melihat
gelang yang melingkar indah dilengannya. Gelang yang kuberikan
sebagai hadiah kemarin. Senyuman mengembang hebat.
Dari
bulan November aku selalu berharap back to December, dan sekarang
telah bulan desember, namun semua berbeda yang kurasakan desember
kemarin. Rasanya aku ingin kembali ke bulan desember lalu dan
memperbaiki kesalahan yang ada. Namun, pastinya itu tak mungkin, masa
inilah yang sebagai masa untuk memperbaiki keadaan dengan memperbaiki
diri.
Setelah
kemah berakhir, aku memberanikan diri kembali untuk beranya
kepadanya. Aku sadar telah menyukai dirinya selama satu tahun. Aku
ingin tahu masih pantaskah diriku ini mengharapkannya.
Kak
Adi, sudah satu tahun aku suka Kakak. Apakah Kakak suka aku ?.
seperti biasanya, aku ragu akan mengirim pesan ini, aku mantapkan
hati. Terkirim. Deg deg deg deg deg. Jantung selalu seperti ini.
Cepat berdetak. Lama ia membalas, mungkin sedang berfikir.
Dek
sebelumnya Kakak minta maaf, jujur Kakak sekarang Cuma menganggapmu
kayak adek aja gak lebih dari itu. Maaf.
Kalimat
itu akan selalu tersimpan. Kalimat yang membuatku sadar dan membuatku
terluka, kecewa dan menyesal. Tapi bagiku tak apa, aku percaya bahwa
Allah SWT telah menyiapkan yang lebih indah bagiku dan bagi dia
nantinya. Kak Adi tetaplah sosok laki-laki yang bisa membuatku
bahagia sampai sekarang ini, bak mentari yang semakin hangat terasa,
bai air yang mengalir nan menyejukkan. Aku hanya perlu bersabar. Dan
dari situ, ada banyak hal yang membuatku sadar akan cinta. Aku
dipisahkan dari laki-laki yang telah pergi itu karena dia tak baik
untukku, aku dijauhkan dari Kak Adi mungkin Allah SWT telah
menyiapkan yang lebih baik lagi dan aku harus memperbaiki diri
sebagai awal menuju kelebih indah nantinya menjadi wanita sholehah.
Wanita yang baik dihadapan Allah SWT pastinya baik dihadapan manusia
dan makhluk lainnya.
Cinta
tak perlu diumbar, cinta dalam diam sudahlah cukup. Cinta yang
bertemu dalam doa disepanjang malam. Hanya kepada Allah SWT kita
senantiasa mengharap, bukan kepada makhluk lainnya. Serahkan cinta
kepada-Nya Sang Pemilik Hati dan yakinlah semua akan indah pada
waktunya. Sembari menunggu hal itu terjadi, kita mempersiapkan diri
dengan memperbaiki diri menjadi lebih baik lagi.
selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar