Sabtu, 30 Januari 2016

desember


Desember


Malam semakin kelam
Ombak menyambar pantai
Cahya semakin redup
Hari mulai berganti
Masih ada cinta dalam jiwa
Cinta yang bagaikan sebuah gold
Seakan telah menjadi abadi
Semakin hari kian kuat
Semua telah kuutarakan
Indahnya benih yang telah tertanam
Semua telah kupertahankan
Tinggal satu kepastian
Ini akan menjadi saksi
Apakah masih pantaskah diriku
Dalam cinta yang kupertahankan
Inilah kenyataan yang harus kuterima


Bulan desember, bulan ini merupakan waktunya musim hujan. Bagiku bulan desember adalah bulan yang sangat istimewa dihidupku. Dibulan ini aku bisa mengenal seorang laki-laki yang membawa perubahan yang luar biasa bagiku. Aku sangat bersyukur bisa mengenal dan mencintainya. Walaupun nantinya hatiku terluka akan suatu kenyataan yang harus kuterima. Aku ingin sekali kembali ke bulan desember tahun lalu disaat dimana aku mulai mengenalnya untuk merubah peristiwa yang aku lalui selama ini, namun tentunya kita tahu bahwa waktu tak bisa diputar... dijilat bahkan dicelupin. Aku mulai mengenalnya ketika kedua temanku menceritakannya, Tara dan Ella.
Ira ! “ seru Ella dari pintu kelas, dia merupakan seorang gadis yang selalu memakai kacamata. Kami ini teman satu kelas di sekolah menengah atas kelas sepuluh.
ada apa ? “ tanyaku heran dengan tingkah Ella disusul oleh Tara. Aku diapit oleh mereka berdua.
kamu lagi dekat sama kakak kelas ? “ tanya Ella mantap.
aku rasa tidak. Kenapa ? “
beneran ? “ tanya Tara memastikan.
iya. Kenapa ? “ tanyaku.
kemarin aku dengar percakapan kakak kelas. Seorang laki-laki menanyai tentang dirimu. “ terang Ella.
siapa ? “
emm.. itu lho.. pradana kelas dua belas. “
entahlah.. “ jawabku ragu dan memang aku tidak tahu siapa laki-laki itu.
dan aku dengar dia sedang meminta nomor telfonmu Ra.. “. Aku tidak percaya akan cerita mereka. Itulah aku, aku tidak akan percaya akan suatu hal tanpa adanya suatu buktiakurat. Namun jujur saja, semenjak itu aku mulai mencari tahu tentang laki-laki itu. 
 
Namaku Ira Ariyanti, aku seorang siswi kelas sepuluh jurusan ilmu sosial. Aku mengikuti sebuah organisasi di sekolah, yaitu pramuka. Dari situlah semua berawal. Dari sekolah dasar aku mengikuti pramuaka sampai sekarang ia masih kujalani. Aku bangga walau kadang ada rasa malas juga.
Besok akan ada kegiatan repling dari pramuka. Aku belum tahu kegiatan seperti apa repling itu. Saat tiba dilokasi, aku melihat laki-laki itu tengah menyiapkan peralatan. Dia bak guru. Dia menerangkan bagaimana cara menggunakan tali jiwa untuk repling nanti. Entah mengapa, aku menahan tawa dengan tersenyum selama ia menerangkan. Unik, itu kesanku dengan suaranya. Setelah sekian lama menunggu, tibalah giliranku. Ini membuatku grogi, ya. Aku dibantu laki-laki itu, sangat dekat. Sampai dekatya, aku tak berani menatap wajah mantan pradana laki-laki itu. Dia ada dihadapanku, suaranya begitu jelas. Ia memberiku instruksi bagaimana caranya saat ia sudah melepaskan pegangannya dan aku benar-benar sudah melepaskan kakiku dari jembatan. Astaga.. jantungku masih berdegup cepat bak habis berlari kencang. Melihatnya pun tak berani, hanya bisa mengguminya dalam diam. Tetapi aku benar-benar sial hari ini, hijab coklatku ini tersangkut dipengaitnya. Aku berjuang untuk bisa membenahinya tanpa melepas hijabku. Berhasil. Tak ada usaha tak ada hasil. Kita haruslah selalu berusaha jika kita ingin mewujudkan dan menghasilkan sesuatu.

Malam hari setelah hari itu, aku membuka buku pelajaranku. Belajar tugasku sebagai pelajar. Terdengar nada pesan masuk dari handphone-ku. Kuambil benda itu yang tergeletak disamping buku. Nomor baru, batinku.
Assallamu’allaikum adek-adek. Itulah pesan singkat yang tertera dilayar. Aku tak perduli dengan pesan tersebut sehingga aku hanya mengabaikan pesan itu dan melanjutkan belajarku. Namun, dari kata ‘adek‘ sepertinya ini pesan dari senior pramukaku. Malam berikutnya, aku ingat dengan percakapanku dengan kedua temanku itu. Hmm.. mungkinkah. Aku memberanian diri untuk membalas pesan singkat nomor baru itu walaupun terlambat.
Waalaikumsallam. Siapa ya ?. balasku.
Saya mantan P kelas 12. Aku kira ia tidak akan membalas karena aku terlabat satu hari. Sebenarnya aku sudah tahu jika dia mantan pradana, namun aku terus mendesak dan pura-pura tidak tahu. Dan akhirnya ia menyebutkan nama, Adi setyawan. Benar-benar menyenangkan mengerjani hal seperti ini. Saat itulah kami saling berkomunikasi. Sering. Namun, anehnya yang membuatku geli adalah walaupu kami saling berkomunikasi di handphone tapi saat bertemu bak orang yang tak mengenal, jarang berkomunikasi.

Suatu pagi dihari minggu, aku masih belum berkunjung ke kamar mandi. Tiba-tiba tertengar bunyi panggilan. Nomor baru lagi.
hallo, siapa ya ? “ tanyaku.
ini saya, Adi. “ jawabnya. Astaga ini Kak Adi, jantung berdegup cepat dan senyuman mengembang hebat. Ini pertama kalinya ia menelfonku dipagi hari seprti ini. Kami berbicara banyak. Dari A sampai Z. 
 
Aku selalu memperhatikannya di sekolah. Saat ia berjalan, olahraga, di kelasnya, di mushola dan dimana pun ia berada jika aku menemukan sosoknya. Seakan hari tanpa melihatnya akan terasa kurang lengkap. Aku selalu bisa tersenyum lebar jika melihatnya. Dia bagaikan semangat dalam hidup. Bak mentari yang selalu menyinari hari walaupun gelap sekalipun. Aku dan Kak Adi saling mengirim pesan, aku masih tidak mempercayai hal ini. Semakin hari semakin aku jatuh hati kepadanya. Ia bisa membuatku mejadi lebih baik dari hidupku yang dulu. Senyuman bertambah lebar, tawa semakin nampak dan hati semakin dalam.
Kuputuskan, malam ini aku memberanikan diri untuk menanyakan perasaannya terhadapku. Aku menanyainya dengan bahasa Prancis. Deg deg deg.. awalnya aku ragu untuk mengirimkan pesan yang telah kuketik, dengan mantap kukirim pesan itu dan kubanting handphone-ku yang tak bersalah ke kasurku.
Est-ce que tu aimes a Ira Ariyanti ?. pesanku.
Comment ca, je ne peux toujours pas determiner. Balasnya dalam bahasa Prancis juga. Bagus, dia belum bisa menentukannya. Entahlah.. mungkin ia masih bingung dengan hatinya atau apa. Tapi aku menerima jawaban itu walaupun kecewa juga hati ini, walaupun begitu dia masih menjadi mentari dihati. Walau badai menerjang hebat hati tetap sang mentari hinggap dihati. Walau petir menyambar dengan kilatan namun pelangi selalu ada dibaliknya. Itulah dia, Kak Adi. 
 
Napak tilas. Sebelum acara ini aku dan rekan-rekan pramuka menempuhnya, kami membuat kompor lapangan di kelas. Kopor yang terbuat dari dua buah kaleng bekas dan berbahan kapur dan spirtus untuk menghasikan api. Saat aku sedang memotong kaleng-kaleng ini, terdengar gemrincing lonceng dan benda-benda yang seoal bertubrukan hingga menghasilkan suara. Jangtung lagi-lagi merdetak hebat, dari suara gemrincing itu aku tahu bahwa dia adalah Kak Adi. Panas dingin merasukiku. Grogi berada pada tubuhku. Karena terlalu grogi dalam diri aku melukai ibu jariku ini yang kini telah dibalut dengan perban putih. Hidupku bertambah lengkap lagi akan hadirnya seorang alumni laki-laki yang juga juga pernah menjabat dalam organisasi pramuka yang kutemui dan kukenal saat kegiatan Napak Tilas. Seorang laki-laki yang bisa membuatku nyaman dalam semalam akan perhatiannya terhadapku bahkan melebihi perhatiannya terhadap adik-adiknya yang juga rekan anggota pramuka . Saat kejadian itu, hatiku semakin bimbang siapa yang kusukai. Hatiku goyah akan datangnya laki-laki yang baru kutemui itu, dia bak bisa mengendalikan hidupku dalam sekejab dan membuatku harus memilih diantara dua pilihan. Apa aku serakah jika aku memilih keduanya ? entahlah.
Dunia ini serasa jungkir balik kurasa. Hati gundah tak menentu. Apa yang harus kupilih, bertahan untuk Kak Adi atau hati yang berpindah untuk laki-laki itu. Semua menjadi jelas kala aku dan laki-laki itu mendaki bersama di gunung, cinta yang tumbuh serasa telah muncul dipermukaan. Aku mencintai laki-laki itu, laki-laki yang kutemui kala itu. Aku memang mencintai orang lain, namun kagumku untuk Kak Adi.

Disaat cinta kami yang begitu besar. Cinta yang telah kami bangun mulai rapuh. Cinta yang kami tanam bersama di gunung sebagai pohon rindang telah kering. Dikala kerapuhan itu, aku masih ingin mengetahui jawaban Kak Adi saat ia belum bisa menentukan hatinya. Kak, aku mau tahu soal pertanyaanku yang belum Kakak pastikan saat itu. Tolong jawab Kak. Pintaku dalam sebuah pesan.
Sebelumnya maaf ya, bukannya gak mau jawab tapi kayaknya Kakak udah gak terobsesi buat ngelanjutin lagi. Kakak kan gak pengen jadi perusak hubungan orang lain.
Kak, aku kan hanya ingin tahu saja. Aku mohon Kak. Apakah Kakak suka padaku ?.
Iya Dek, Kakak suka kamu. Pesan yang singkat namun mendalam, bagai petir yang menyambar hati yang rapuh dan akan hancur. Aku tak bisa menahan air mata ini. Bendungannya tak kuat untuk menahan kenyataan yang ada. Semua keluar tanpa syarat. Kenyataan ini tak bisa kami hindari. Rasanya aku bersalah atas semua ini. Panas rasanya, namun juga dingin. Aku hanya bisa mengagumimu saat ini. Maaf Kak..

Semua telah hancur, seperti kapal yang menabrak karang. Hanya serpihan-serpihan luka yang tersisa. Serpihan yang tak mudah disatukan kembali. Memang benar, cinta yang telah hancur tak tak dapat menyatu kembali. Laki-laki itu bukan jodohku. Bahkan mungkin sejak awal ia bukan untukku, aku sadar ia hanyalah seseorang yang menguji keyakinanku terhadap hati ini untuk Kak Adi. Kecewa bercampur penyesalan. Kuhabiskan berhari-hari, berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan hingga kini aku kelas sebelas kugunakan untuk menyesali dan meneratapi kesalahan dimasa lalu. Selama hampir lima bulan aku hidup dalam masa lalu yang membuatku termenung dan menjadi sosok Ira Ariyanti yang berbeda.
Teman-temanku bahkan menyadari hal itu. Sosok laki-laki yang kucintai yang dapat membuatku nyaman dalam semalan itu telah pergi, begitu juga Kak Adi yang telah lulus. Sekarang aku tahu rasanya jika seseorangyang kita sayangi atau kita kagumi akan pergi dari tempat yang sama dengan diri kita, dan saat ia sudah pergi hanya kenangan yang ada disana. Tak ada lagi sang mentari yang menyinari hati dikala sendiri. Aku tetap mencoba tersenyum lebar dikala hati ini remuk dilanda badai yang berkepanjangan. Musim dingin yang tak kunjung semi. Bak daun-daun kering yang berjatuhan.
Kini kusadari lebih dalam, laki-laki itu datang untuk mengujiku dan memang bukan untukku. Kak Adi lah laki-laki yang dapat membuatku jatuh hati, hanya dia ternyata. Maaf Kak Adi, aku terlambat menyadari. Jalan yang kulalui ternyata buntu dan harus kutempuh balik untuk mengejar sosok mentari itu yang telah berada di tengah jalan diujung sana.

Hari ulang tahunnya sebentar lagi. Aku berencana memberinya hadiah sederhana. Jika kulihat tanggal, kebetulan hari itu ada acara pramuka di sekolah. Ini kesempatan bagus. Hadiah telah kupersiapan seminggu sebelum harinya. Berharap ia datang ke acara pramuka ini. Tetap bersabar menunggu hingga acara selesai. Selalu kuawasi halaman depan sekolah dari balik kaca dalam ruangan. Tidak datang. Haruskah aku datang ke kediamannya ?. entah. Tanpa direncana, aku dan teman-teman menuju rumah teman sekelasku untuk meminjam pakaian yang akan mereka gunakan saat pementasan seni tari besok. Kebetulan juga, rumah teman sekelasku itu berdekatan dengan rumah Kak Adi. Tak disangka lagi, laki-laki itu berada diujung jalan. Dengan serentak, Ida temanku memanggil Kak Adi. Laki-laki itu menuju kearah kami.
Ra.. ayo bilang ! “ ujar Tara. Aku grogi, ucapan selamat ulang tahun dan keinginan hati berbeda jauh dengan apa yang kuucapkan dari bibir ini. Perkataan yang meleceng jauh dari tujuan. Kaku ditempat melihat Kak Adi yang ada dihadapanku dengan pakaiannya yang santai. Bahkan Ida sampai greget melihatku salah tingkah begini, merebut tas punggungku dan mengeluarkan sebuah kotak kecil bervolkadot warna warni ia berikan ketanganku. Aku tahu maksud temanku ini.
ini Kak. “ ucapku singkat. Kulihat wajah Kak Adi yang tampak malu dan dapat ia sembunyikan dari kami. Benar-benar tak kupercayai lagi. Ini pertama kalinya aku memberikan hadiah dari tanganku sendiri untuk seorang laki-laki yang aku kagumi dan sayangi.
Ayo Dek, mampir dulu ! “ ajaknya kepada kami. Tentu kami menolak halus ajakan itu. Apalagi hari semakin gelap. Aku harus mengantar Ida dulu yang rumahnya jauh.
Beberapa minggu kemudian di bulan Desember, aku menemui Kak Adi untuk mengantarkan surat undangan kemah. Tadinya ragu untuk bertemu dan serasa jantung berdegup kencang. Bak bunga mekar dihati, aku melihat gelang yang melingkar indah dilengannya. Gelang yang kuberikan sebagai hadiah kemarin. Senyuman mengembang hebat.

Dari bulan November aku selalu berharap back to December, dan sekarang telah bulan desember, namun semua berbeda yang kurasakan desember kemarin. Rasanya aku ingin kembali ke bulan desember lalu dan memperbaiki kesalahan yang ada. Namun, pastinya itu tak mungkin, masa inilah yang sebagai masa untuk memperbaiki keadaan dengan memperbaiki diri.
Setelah kemah berakhir, aku memberanikan diri kembali untuk beranya kepadanya. Aku sadar telah menyukai dirinya selama satu tahun. Aku ingin tahu masih pantaskah diriku ini mengharapkannya.
Kak Adi, sudah satu tahun aku suka Kakak. Apakah Kakak suka aku ?. seperti biasanya, aku ragu akan mengirim pesan ini, aku mantapkan hati. Terkirim. Deg deg deg deg deg. Jantung selalu seperti ini. Cepat berdetak. Lama ia membalas, mungkin sedang berfikir.
Dek sebelumnya Kakak minta maaf, jujur Kakak sekarang Cuma menganggapmu kayak adek aja gak lebih dari itu. Maaf.
Kalimat itu akan selalu tersimpan. Kalimat yang membuatku sadar dan membuatku terluka, kecewa dan menyesal. Tapi bagiku tak apa, aku percaya bahwa Allah SWT telah menyiapkan yang lebih indah bagiku dan bagi dia nantinya. Kak Adi tetaplah sosok laki-laki yang bisa membuatku bahagia sampai sekarang ini, bak mentari yang semakin hangat terasa, bai air yang mengalir nan menyejukkan. Aku hanya perlu bersabar. Dan dari situ, ada banyak hal yang membuatku sadar akan cinta. Aku dipisahkan dari laki-laki yang telah pergi itu karena dia tak baik untukku, aku dijauhkan dari Kak Adi mungkin Allah SWT telah menyiapkan yang lebih baik lagi dan aku harus memperbaiki diri sebagai awal menuju kelebih indah nantinya menjadi wanita sholehah. Wanita yang baik dihadapan Allah SWT pastinya baik dihadapan manusia dan makhluk lainnya.

Cinta tak perlu diumbar, cinta dalam diam sudahlah cukup. Cinta yang bertemu dalam doa disepanjang malam. Hanya kepada Allah SWT kita senantiasa mengharap, bukan kepada makhluk lainnya. Serahkan cinta kepada-Nya Sang Pemilik Hati dan yakinlah semua akan indah pada waktunya. Sembari menunggu hal itu terjadi, kita mempersiapkan diri dengan memperbaiki diri menjadi lebih baik lagi.
selesai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar