Sabtu, 30 Januari 2016

merbabu


Merbabu

Rencana telah disepakati. Senang rasanya akan mendaki bersama dengan laki-laki yang membutku nyaman. Membanyangkan saja sudah membuatku bahagia. Aku, Ida, Kak Yaki, Kak Anto, Kak Irfan, Kak Iwan dan Kak Fandi. Kami akan mendaki Gunung Merbabu. Semoga hari-hari baik mendukung kami saat mendaki. Rencana aku dijemput Om ke rumahnya Tante di Magelang. Ya itu alasan dasarnya setelah itu menuju Merbabu bersama mereka.


Aku menunggu teman-teman dari pagi di rumah Tanteku di Magelang. Lama sekali mereka datengnya. Sampai aku tertidur pulas hingga tengah hari berlangsung.
Kak kok belom nyampe ?. Tanyaku lewat pesan singkat yang kukirimkan kepada Kak Yaki.
Ambil carier di sekolah. Ketinggalan. Balasnya
Lha udah sampai mana tadi ?
Sumowono. Balasnya singkat. Apa ! Sumowono ? itukan sudah jauh banget dari sekolah menengah atas kami. Aku Ira Ariyanti, aku siswi kelas sepuluh jurusan ilmu sosial. Aku teman sekelas dengan Ida Savitri. Aku suka seni dan alam, termasuk gunung.
Laki-laki yang spesial dihatiku adalah Kak Adi dan Kak Yaki. Aku mengenal mereka dari organisasi Pramuka. Aku mengenal Kak Adi karena temanku dan aku mengenal Kak Yaki saat acara Pramuka di Peromasan Gunung Ungaran. Saat itu..

Acara Napak tilas Pramuka di Peromasan Gunung Ungaran. Sore hari tak ada kegiatan yang pasti, aku tertarik dengan apa yang dilakukan sekumpulan orang yang berada di dipan kayu yang terlapisi oleh karpet hijau. Orang orang itu mengelilingi bedak dan kartu yang telah tercecer. aku ikut !. ucapku rindu dengan permainan ini.
nanti setelah ini Dek. ujar Kak Iwan kepadaku. Setelah selesai, aku diajari dalam kalimat mereka dan dibagilah kartu. Ini keberuntungan bagiku, aku menang dalam permainan kartu pertama ini. Yang kalah akan dicoret dengan bedak putih yang telah disiapkan. Permainan terus berlangsung, menag dan menang dan sialnya aku kalah kali ini dan permainan berakhir. Aku serasa ingin bermain kembali, kulihat di sudu sana juga sedang bermain kartu. Aku duduk disana dan menawarkan diri untuk ikut. Saat kartu terbagi dihadapanku, aku merasa ada yang memperhatikanku. Kutengok kearah laki-laki yang sedang memandangiku itu. ia memandangku dengansenyumnya, kami saling melempar senyuman. Seakan waktu terhenti disekitar kami, begitu lama dan hening terasa. Hingga ucapanku menyadarkan laki-laki itu, Kak Yaki. Dari permainan kartu inilah kami kenal dan semakin dekat bahkan ia dapat membuatku nyaman dalam semalam menuju puncak, ia selalu menemaniku hingga aku menapakkan kaki di puncak Ungaran.

Saat aku setelah Sholat Ashar, mereka tiba. Hujan menyentuh tubuh mereka. Kasian. Aku menuntun mereka ke rumah Tanteku yang letaknya tak jauh dari Mushola. Kubuatkan teh hangat untuk menghangatkan tubuh mereka sembari menunggu hujan reda. Setelah hujan reda, kami bersiap untuk menuju Gunung Merbabu via Wekas. Aku bersama Kak Yaki sebagai orang yang spesial bagiku dan menurutku aku juga orang yang spesial baginya. Jalan menuju basecamp begitu tenang, hingga gerimis menerjang kami. Sepertinya ini tak baik apalagi hari sudah sore. Namun kami tetap kokoh menuju basecamp Merbabu.

Sampai disana, kami menata ulang perlengkapan. Aku dan Ida membeli lima botol air besar dan makanan ringan. Sepertinya kami tak ada persiapan, aku bahkan tadinya hanya membawa senter dan jaket saja. Sore hari ini, kami mulai menanjak Gunung yang perkasa ini. Gunung yang kuidam-idamkan selama ini, akhirnya dapat kudaki. Hujan baru reda tadi, pantas saja jika jalan setapak ini basah. Aroma segar pohon-pohon terhirup bebas. Mata selalu melihat hijaunya dedaunan. Hari semakin gelap, sepi menyelimuti kami. Namun, karena kami bersama dengan penuh canda tawa jadinya sepi itu sirna oleh kebersamaan kami ini. Break ! break ! break ! kata yang sering kami ucapka. Kapan sampainya kalau begini ?. memang tak mudah untuk mencapai tujuan yang harus digapai. Malam sepertinya kurang untuk menyulitkan kami, gerimis deraspun mengguyur kami. Kami harus cepat-cepat sampa ke pos dua untuk mendirikan tenda. Setelah lama berjalan menerjang gerimis yang tak kunjung reda, kami sampai di pos dua. Kami memilih tempat untuk mendirikan tenda doom. Di atas bukit di bawah pohon itu cocok menurut Kak Yaki. Tak pakai lama, para laki-laki itu membangun tenda doom, kecuali Kak Iwan, ia beristirahat di matras yang telah ia siapkan.

Satu tenda doom untuk tujuh orang. Benar-benar tak ada persiapan. Rencana jika tidak hujan, aku dan Ida tidur di tenda dan lainnya diluar. Tetapi tak sesuai rencana. Didalam tenda ini yang saling berdesakkan, kami bermain kartu. Seperti biasanya, yang kalah akan dicoret. Aku dan Ida memiliki coreatan bedak paling bayak. Hari semakin larut, kami harus segera tidur karena pukul satu pagi nanti harus sudah bersiap menuju puncak. Berdesakkan namun mencoba untuk bisa menyesuaikan dengan luasnya tenda doom ini. Hangat menjalar ketubuhku walau cuaca dingin seperi ini. Pelukan yang membuatku hangat dan nyaman tak membuatku bisa terlelap. Kehangatan yang diberkan oleh Kak Yaki untukku terus melekat dalam diriku hingga pukul satu pagi.
Kak udah pukul satu ! “ bisikku kepada Kak Yaki.
ayo bangun ! “ Kak Yaki membangunkan semua yang masih terlelap oleh hangatnya desakkan ini. Lampu dinyalakan, meliahat wajah-wajah mereka baru bangun benar-benar membuatku geli. Kami bersiap membawa bekal menuju puncak. Ranselnya Ida yang kupakai, kukeluarkan seluruh isi dalam ranselnya dan kuisi dengan minum dan makana untuk perjalanan nanti.
Jaket basah dan sepatu juga basah. Terpaksa, aku tak memakai keduanya. Hanya celana trening, kaos dan sandal milik Kak Yaki. Aku membawa tas kecil yang isisnya handycam milk Kak Yaki. Semua pendaki juga mulai berangkat menuju puncak, kami juga tak mau ketinggalan.
Wan ! ayo bangun ! “ ajak Irfan paksa.
gak Fan. Aku disini aja. “ ujarnya lemah dalam tenda dibalik selimut.
oke ! jaga tenda ya Wan ! “ Kata Kak Yaki.
masak kesini hanya pindah tidu doang Wan ! “ canda Kak Anto.
Tanpa Kak Iwan, kami pun berangkat menuju puncak. Dingin pasti, namun semangat berkobar dalam jika hingga aku terbenteng dari dinginnya suasana apalagi adanya Kak Yaki disisiku membuatku terasa lebih hangat. Jalan menanjak terus menerus. Hal yang paling bodoh adalah diriku, bodohnya karena kakiku kotor aku membasuhkan kakiku ke air. Kakiku serasa kaku sampai kedalam. Bodoh. Sampainya di Watu Tulis, Ida tak kuat menahan dinginynya suasana yang ada di Gunung ini. Tubuhnya kaku dan menggigil. Sedangkan Kak Yaki malah ingin terus melaju bak kereta api tanpa henti, bagaimana mungkin ia sendiri mendaki. “ Kak aku ikut ! “ teriakku.
Kak tolong jaga Ida ya.. “ lanjutku kepada Kak Irfan, Kak Anto dan Kak Fandi. Mereka menemani Ida disana, sedangkan aku dan Kak Yaki terus menanjak bersama. Rasanya aneh saat bersamanya, walau aku tak memakai jaket, sarung tangan bahkan sepatu pun aku serasa hangat jika berada disampingnya. Walaupun aku hampir tak kuat melangkah, ia selalu bisa membuat terus melangkah oleh kata-katanya kepadaku. Semangatnya dan kehangatannya telah merasuk dalam jiwaku ini. Aku terus melaju tanpa henti hingga aku meminta untuk berhenti. Aku terduduk disana kedinginan, hingga fajar menyingsing.
Kak break dulu... “
yaudah break sini. “
Dek ayo bangun ! hampir deket. “ ucapnya setelah fajar nampak birunya. Aku tertidur ternyata, mungkin karena aku tadi terjaga semalaman. Kami berdua melanjutkan perjalan walaupu aku tak melihat matahari terbit dari atas puncak.
Kak Yaki ! “ teriak Kak Irfan dari bawah.
ayo cepat ! “ teriak ganti Kak Yaki.
tunggu ! “ teriakkan terdengar lagi dari Kak Anto sekarang.
Jadi kami berempat yang akhirnya menuju puncak. Ida sudah berada di tenda, tertidur dalam kehangatan.sedangkan Kak Fandi menjaga dua orang yang telah sakit didalam tenda bak seorang ayah menjaga kedua anaknya. Setiap perjalana kami abadikan dalam bentuk foto melalui handphone-nya Kak Irfan, mereka indahnya pemandangan melalui handycam oleh Kak Anto. Dari sini bisa kami lihat pemancar di atas bukit Watu Tulis, Gunung Andong, Gunung Telomoyo, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Prau dan Gunung Ungaran. Begitu hijau disetiap gunung dan bukit, begitu biru langit menyambut sang surya yang mulai meninggi. Serasa senang dihati hingga nyanyian terdengar, nynyian yang aneh tapi lucu.
Naik munggah,
Ke puncak pucuk,
Tinggi duwur sekali banget !

Kami berempat sampa di Puncak Syarif. Hening dan sepi di puncak sini. Indahnya awan yang membentuk batasan, megahnya Gunung Merap dari sini. Foto dan foto, itulah kami. Setelah puas disini kami pindah menuju Puncak Kentheng Songo. Kami harus berjalan lagi di jalan setapak dengan hamparan sabana dan bukit-bukit indah. Harus melewati tebing dan menanjak lagi. Untuk sampai ke puncak ini haruslah menaiki tebing, beruntung telah disediaka tali jiwa sebagai pegangan menuju ke atas. Di Puncak Kentheng Songo cukup ramai dengan pendaki. Kami tentu selalu mengabadikan momen ini dan berehat sejenak disini. Kulihat Kak Yaki yang lelah hingga tertidur disini dengan kepala yang ditundukkan.

Matahari semakin meninggi dan waktunya kami turun dari sini. Aku, Kak Yaki, Kak Anto dan Kak Irfan segera menuju tenda. Harus menuruni tebing itu lagi, entah kenapa perut jadi sakit. Aku kira karena waktunya datang bulan namun sepetinya karena lapar, memang dari kemarin malam aku hanya makan roti saja. Akhirnya setelah tak kuat menahan sakit, Kak Yaki menawarkan diri untuk menggendhongku menuju tenda. Aku salut dengan laki-laki ini. Ia kuat membawaku dipunggungnya disaat menuruni jalan tajakan ini. Namun kadang ia iseng menjatuhkanku. Aku takut dan semakin memperkuat peganganku terhadapnya.
Kak turunkan aku ! “ pintaku yang merasa sudah baikkan. Ia menurunkanku, aku berjalan lagi dengan kedua kakiku ini. Sesampainya di Watu Tulis, aku iseng membuang sepatunya. Saat ia mulai marah aku mengambilnya dan mengebalikannya.
Dek mana sepatuku ! “
entahlah.. “
Dek ! dek cepetan bawa sini.. “
Namun sepertinya ia benar-benar sudah marah walaupun sepatunya sudah kukembalikan. Ia jalan terlebih dahulu tanpa melihat kebelakang, au merasa bersalah. Ia mendiamkanku, aku juga terdiam menyesalinya. Mungkin ia sudah lelah dan ingin segera ke tenda, tapi gara-gara aku tadi mungkin.... . Aku berjalan sendiri menuruni tanjakan hingga pos dua di tenda kami. Kami masih terdiam, berbicara pun masih canggung.
Makan dan minum minuman hangat. Akhirnya perut ini terisi juga. Semoga Kak Yaki cepat baikkan sama aku dan memaafkanku.

tadi to aku menemukan kacamata warna ungu ditenda, ada juga yang bergambar bunga-bunga pula. “ ucap Kak irfan keras. Ida mengerutkan dahi.
eh Kak !! “ teriak Ida yang kemudian menuju tenda. Aku bingung dengan tindakkannya.
hih Kak !!! kok bisa disini !! gak sopan ik !! “ kesalnya membara.
ya mana aku tahu Dek, lha dari tadi sudah disitu. “ jawab Kak Irfan.
apa Fan ? “ tanya Kak Anto penasaran.
Fan siapa ?!! “ tanya Kak Fandi sebal.
Irfan.. bukan Fandi. “ kata Kak Anto tegas dengan pembicaraannya yang lucu. Kak Irfan membisiki laki-laki itu. kemudian Kak Anto juga ikut tertawa. Aku ingat, tadi pagi saat masih gelap aku mengeluarkan seisi ranselnya Ida bahkan termasuk pakaian xxxxxx. Oh tidak.
maaf Da.. tadi aku yang mengeluarkan semua buat jadi tempat bekal perjalanan. “ sesalku kepadanya.
ahhh Ira... aku jadi malu.. “ kata Ida yang masih menta dalam tenda. Keseruan kami saat disini begitu santai dan penuh tawa. Dari menemukai bendera pandu dunia yang diambil dari pohon bahkan sampai terbakarnya sebagian rambut poninya Ida.

Perjalanan turun gunung pun berlangsung. Semua sudah beres tanpa sisa, ransel begitu ringan. Kami membawa sejuta kenangan indah bersama. Beruntung persediaan air masih ada. “ break ! “ ucap Kak Anto. Tempat dibawah pohon yang rindang. Kak Yaki dan Kak Anto terduduk diakar pohon besar. Kak Iwan duduk di akar pohon seberang, aku dan Ida berdiri berjauhan. Kak Irfan mengeluarkan handycam dan mulai merekam perjalanan pulang.
ayo berangakat ! “ ujar Kak Yaki, ia sepertinya masih marah kepadaku. Tak apalah, nanti juga kami akan baikkan lagi. Jalana turun membuat kami tak bisa seimmbang. Kak Anto terpeleset dan jatuh, aku tak bisa mengendalikan langkah dan terus melangkah cepat dan menabrak Kak Iwan yang tentunya kami terjatuh bersama.
aku gak lihat ! ulangi ! “ canda Kak Yaki dan Kak Irfan yang masih merekam. Perjalanan masih panjang, lagi-lagi kami harus behadapan dengan hujan. Hujan semakin deras, kulepas sandal Kak Yaki dan sekarang tanpa alas kaki aku menuruni tanjakan. Karena hujan sehingga tanah licin dan kadang aku terpeleset karenanya.
Dek Ira, pakai jas hujan ini ! “ perintahnya Kak Yaki.
lha Kakak pakai apa ? “
gak usah. Pakai kamu saja “ ujarnya lagi kepadaku. Aku semakin mengerti dengan tingkahnya terhadapku. Jika aku boleh katakan, sepertinya itu adalah suatu kasih sayang. Ada hal konyol yang terjadi dikala hujan. Kak Fandi seakan tak memakai celana karena celananya dinaikkan hingga jaket panjangnya yang sampai paha menutupinya. Ida sudah turun duluhan mendahului kami, Kak Iwan yang memiliki jas hujan malah diberika kepada Kak Irfan yang terlanjur basah kuyub tetapi Kak Irfan hanya membawa dan menyeret jas hujan berwarna biru bahkan menghayutkan sandalnya agar sampai kebawah. Aku terlindungi oleh jas hujan milik Kak Yaki dan aku melihat Kak Yaki yang kehujanan bahkan tangannya yang mulai memerah karena kedinganan. “ maaf.. “ ucapku lirih untuknya.
Aku sekarang yakin akan perasaanku ini. Aku mencintai laki-laki yang bernama Yaki Wira Nugroho ini. Laki-laki yang bisa membuatku nyaman dalam semalam. Laki-laki yang selalu membuatku hangat walau cuaca sedingin es. Aku bersyukur bisa mengenal dan mencintai dirinya. Aku sadar ia menyayaiku walau tak sepatah kata terucap darinya kali ini. Gunung Merbabu menjadi saksi bisu diantara cinta kami yang menyatu. Gunung Merbabu akan menjadi Gunung yang istemewa bagiku sampai kapanpun. Bibit cinta yang kami bawa, kami tanam diatas sini dan tumbuh besar dalam hati yang sama dan dalam kehangatan yang sama. Perjalanan kami masih panjang untuk masa depan yang indah. Perjalanan yang harus kami tempuh untuk dapat mewujudkan harapan kami ynag kami genggam bersama. Ya Allah... jangan Engkau pisahkan kami berdua yang telah menyatu ini. Ikatlah kami dalam satu ikatan yang tak terpisahkan. Karena aku mencintainya..

Rasa dingin tak dapat menyentuh kulitku
Kehangatan selalu ada pada pihakku
Bersamanya aku bisa bertahan
Tanpanya aku tiada guna

Selesai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar