Karya
Sastra Angkatan ’20-an
Angkatan
’20-an atau Angkatan Balai Pustaka
Disebut
Angkatan Dua Puluhan karena
novel yang pertama kali terbitadalah novel Azab
dan
Sengsara
yang diterbitkan pada tahun 1921 oleh
Merari
siregar.
Disebut pula sebagai Angkatan Balai Pustaka karna karya-karya
tersebut
banyak diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka.
Ciri-ciri
karya sastra pada angkatan ’20-an
- Menggambarkan tema pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda, soal pertentangan adat, soal kawin paksa, permaduan, dlll.
- Soal kebangsaan belum mengemuka, masih bersifat kedaerahan
- Gaya bahasanya masih menggunakan perumpamaan yang klise, pepatah, peribahasa, tapi menggunakan bahasa percakapan sehari-hari lain dengan bahasa hikayat sastra lama
- Puisinya berupa syair dan pantun
- Isi karya sastranya bersifat didaktis.
Tokoh
dan Karya pada Angkatan
‘20:
- Merari Siregar : Azab dan Sengsara (1920), Binasa Kerna Gadis Priangan (1931)
- Marah Roesli : Siti Nurbaya (1922), La Hami (1924)
- Muhammad Yamin : Tanah Air (1922), Indonesia, Tumpah Darahku (1928), Ken Arok dan Ken Dedes (1934)
- Tulis Sutan Sati : Tak Disangka (1923), Tulis Sutan Sati (1928), Tak Tahu Membalas Guna (1932), Memutuskan Pertalian (1932)
- Nur Sutan Iskandar: Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan (1923), Salah Pilih (1928), Karena Mertua (1932), Karena Mertua (1933), Katak Hendak Menjadi Lembu (1935), Cinta yang Membawa Maut (1926)
- Djamaluddin Adinegoro : Darah muda (1927), Asmara jaya (1928),
- Abas Soetan Pamoentjak : Pertemuan (1927)
- Abdul Muis : Salah Asuhan (1928), pertemuan Jodoh (1933)
- Aman Datuk Madjoindo: Menebus Dosa (1932), Si Cebol Rindukan Bulan (1934),Sampaikan Salkamku Kepadanya (1935)
·
Contoh Sinopsis
SALAH
ASUHAN
Abdul
Muis
Hanafi adalah
seorang anak pribumi yang berasal dari Solok. Ibu hanafi adalah
seorang janda, yang suaminya sudah meninggal semenjak hanafi masih
kecil. Ibu hanafi sangat menyayanginya. Meskipun sudah menjanda,
ibunya berkeinginan untuk memandaikan anaknya. Ibunya mengirim Hanafi
ke Betawi untuk bersekolah di HBS. Ibunya selalu berusaha keras untuk
selalu memenuhi segala biaya Hanafi. Selama bersekolah di Betawi,
Hanafi dititipkan kepada keluarga Belanda. Sehingga pergaulan Hanafi
tidak lepas dari orang-orang Belanda. Setelah lulus sekolah di HBS,
pergaulannya juga tidak lepas dari orang-orang Eropa, karena ia
bekerja di Kantor BB sebagai asisten residen di Solok.
Meskipun
Hanafi seorang pribumi asli, tingkah lakunya serta gaya hidupnya
sudah berubah menjadi kebarat-baratan. Bahkan terkadang tingkah
lakunya melebihi orang Belanda asli. Selama ia bergaul dengan
orang-orang Eropa dan setiap hari bersekolah di HBS, Hanafi dekat
dengan gadis Eropa yang bernama Corrie. Dalam kesehariannya Hanafi
dan Corrie memanglah sangat dekat, hubungan keduanya seperti kakak
dengan adiknya. Mereka sering jalan-jalan berdua, main tenis bahkan
duduk-duduk sambil menikmati segelas teh pun juga berdua. Karena
hubungan mereka sangat amat dekat, maka Hanafi pun menganggap
pertemanan itu dianggap lain.
Hanafi sayang
kepada Corrie, namun perasaan itu bukan sekedar hanya rasa sayang
seorang kakak kepada adiknya, melainkan rasa sayang sebagai pacar.
Setiap hari Hanafi selalu bertemu dengan Corrie meskipun hanya
sebentar saja. Sikap Corrie kepada Hanaffi juga masih nampak seperti
biasanya. Hingga akhirnya Hanafi memberanikan diri untuk
mengungkapkan isi hatinya kepada Corrie. Namun ketika Hanafi
mengungkapkan isi hatinya, Corrie tidak langsung memberi jawaban
kepada Hanafi, melainkan segera berpamitan pulang dengan alasan yang
tidak jelas. Keesokan harinya, Corrie pergi meninggalkan Solok menuju
Betawi. Maka dikirimkan surat kepada Hanafi, yang isinya penolakan
secara halus mengenai pernyataan Hanafi pada tempo hari.
Corrie merasa
sangat tidak mungkin menerima Hanafi, karena perbedaan budaya antara
bangsa melayu dengan bangsa eropa. Selain itu Corrie juga ditentang
oleh ayahnya jika menikah dengan orang melayu. Karena penolakan
tersebut, Hanafi jatuh sakit selama beberapa hari. Selama dia sakit,
Hanafi hanya dirawat oleh ibunya, dan selama itu pula Hanafi sering
mendapat nasihat dari ibunya. Ibunya menasihati dan membujuk Hanafi
agar menikah dengan Rapiah, yaitu anak mamaknya. Karena pada saat
Hanafi bersekolah di HBS, mamaknyalah yang mencukupi kebutuhan
Hanafi. Mendengar bujukan Ibunya, Hanafi sangat amat marah, karena
Hanafi sungguh tidak mengetahui siapakah Rapiah itu dan Hanafi hanya
suka kepada Corrie, yang telah menolak cintanya.
Maka Ibu
Hanafi menjelaskan bahwa Rapiah adalah anak mamak, Sultan Batuah.
Perjodohan itu dikarenakan Ibu Hanafi berhutang budi kepada Sultan
Batuah. Setelah mendapat bujukan dari Ibunya, akhirnya Hanafi
menerima perjodohan itu, meskipun dengan sangat terpaksa. Dua tahun
sudah usia pernikahan Hanafi dan Rupiah, dan mereka dikaruniai
seorang anak laki-laki yang bernama Syafei. Pernikahan yang tidak
didasari dengan rasa cinta itu membuat rumah tangga mereka tidak
pernah tentram. Setiap hari Hanafi selalu memaki-maki istrinya karena
hal yang sepele. Namun Rapiah hanya diam dan tidak pernah melawan
semua perlakuan suaminya.
Hal itulah
yang membuat Ibu Hanafi kagum kepada Rapiah, hingga suatu hari Hanafi
murka kepada Ibunya. Dengan tidak sengaja Ibunya menyumpahi Hanafi.
Tiba-tiba anjing gila mengigit pergelangan Hanafi hingga Hanafi harus
berobat ke Betawi. Sampai di Betawi Hanafi bertabrakan dengan seorang
gadis eropa, yang tidak lain adalah Corrie. Dengan amat senang mereka
berdua menghabiskan waktu untuk berjalan-jalan berdua menggunakan
sepeda angin. Sudah satu minggu Hanafi meninggalkan Solok, setelah
itu Hanafi mencari kerja di Kantor BB sebagai commies. Meskipun gaji
awal cukup kecil, namun hanafi sangat senang. Karena dia dapat
bertemu dengan Corrie setiap hari.
Hanafi
berusaha keras untuk mendapatkan Corrie, hingga hanafi rela berubah
kewarganegaraan menjadi Eropa. Setelah itu, Hanafi memohon kepada
Corrie untuk menerima ajakan pertunangannya. Karena rasa ibanya
kepada Hanafi, Corrie terpaksa menermanya. Meskipun Corrie harus
menerima resiko, yaitu dijauhi oleh teman-teman eropanya, Pesta
pertunangan mereka dilakukan dikediaman rumah teman Belandanya, namun
tuan rumah nampak tidak begitu suka dengan pertunangan itu. Karena
dia tidak suka bergaul dengan orang Belanda berkulit sawo matang.
Meskipun
Rapiah dan Ibunya tahu jika Hanafi akan menikah Corrie, namun Rapiah
tetap menunggu kedatangan Hanafi. Karena Ibu Hanafi sangat sayang
kepada Rapiah, bahkan sayangnya melebihi rasa sayangnya kepada
Hanafi. Hanafi dan Corrie sudah menjadi suami istri, maka tinggalah
mereka dalam satu rumah. Namun seiring berjalannya waktu, rumah
tangga Hanafi dan Corrie sudah tidak tentram lagi. Karena sifat
Hanafi yang keterlaluan, sampai menuduh Corrie berzina dengan orang
lain. Karena kehidupannya yang dalam kondisi tidak jelas, Bangsa
Eropa maupun Bangsa Melayu sudah tidak mau mengakui Hanafi, karena
keangkuhan dan kesombongannya. Pada akhirnya Corrie pergi ke Semarang
untuk menghindari Hanafi. Namun pada suatu hari, Hanafi menerima
surat yang memberi tahukan bahwa Corrie berada di Semarang.
Setelah
beberapa hari, Hanafi nekat pergi ke Semarang untuk mencari Corrie
dirumah seorang pengusaha anak-anak yatim. Namun sampai disana justru
berita buruk yang diterima oleh Hanafi. Bahwa Corrie masuk rumah
sakit karena sakit keras, yaitu kolera. Hingga akhirnya nyawa Corrie
ridak dapat ditolong lagi. Setelah kepergian Corrie, Hanafi pulang ke
Solok untuk menemui Ibunya. Setelah beberapa hari Hanafi sampai di
Solok, ia jatuh sakit karena menelan 6 butir sublimat, yang
menyebabkan Hanafi terus muntah darah dan akhrinya merenggut
nyawanya.
Karya Sastra Angkatan ‘30
Angkatan
‘30-an (Pujangga Baru) merupakan angkatan yang berani menampilkan
perubahan dari angkatan ‘20-an. Perubahan ini tercermin dalam
tema-tema yang diangkat tidak lagi terpengaruh oleh budaya dan adat
masyarakat lama. Tokoh yang menonjol dalam angkatan ini antara lain,
Armin Pane, Amir Hamzah, dan Sutan Takdir Alisyahbana. Karya sastra
yang menonjol pada saat itu adalah novel Layar Terkembang karya Sutan
Takdir Alisyahbana.
Ciri-ciri
Karya Sastra Angkatan ‘30
- Bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia modern, gaya bahasanya sudah tidak menggunakan perumpamaan klise, pepatah, peribahasa.
- Temanya tidak hanya tentang adat atau kawin paksa, tetapi mencakup masalah yang kompleks, seperti emansipasi wanita, kehidupan kaum intelek, dan sebagainya,
- Bentuk puisinya adalah puisi bebas, mementingkan keindahan bahasa, dan mulai digemari bentuk baru yang disebut soneta, yaitu puisi dari Italia yang terdiri dari 14 baris,
- Pengaruh barat terasa sekali, terutama dari Angkatan ’80 Belanda.
- Aliran yang dianut adalah romantik idealisme, dan
- Setting yang menonjol adalah masyarakat penjajahan.
Karta Sastra Angakatan 45
Karya sastra Angkatan 45 memiliki kedekatan nan intim dengan empiris politik. Ini sangat berbeda dengan karya sastra Angkatan Pujangga Baru nan cenderung romantik-idealistik. Lahir dalam lingkungan nan sangat keras dan memprihatinkan, karya sastra Angkatan 45 memiliki karakteristik sebagai berikut:
- terbuka,
- pengaruh unsur sastra asing lebih luas dibandingkan angkatan sebelumnya,
- bercorak isi realis dan naturalis, meninggalkan corak romantis,
- sastrawan periode ini terlihat menonjol individualismenya,
- dinamis dan kritis, berani menabrak pakem sastra nan mapan sebelumnya,
- penghematan kata dalam karya,
- lebih ekspresif dan spontan,
- terlihat sinisme dan sarkasme,
- didominasi puisi, sedangkan bentuk prosa tampak berkurang.
Karya Sastra Angkatan 45
Beberapa karya sastra angkatan 45 nan dihasilkan oleh mereka sastrawan angkatan 45, di antaranya ialah sebagai berikut:
- Kerikil Tajam (Chairil Anwar, 1949)
- Deru Campur Debu (Chairil Anwar, 1949)
- Tiga Menguak Takdir (Asrul Sani, Rivai Apin dan Chairil Anwar, 1950)
- Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (Idrus, 1948)
- Atheis (Achdiat K. Mihardja, 1949)
- Katahati dan Perbuatan (Trisno Sumardjo, 1952)
- Suling (Utuy Tatang Sontani, 1948)
- Tambera (Utuy Tatang Sontani, 1949)
Sastra Angkatan '66
1.
Latar
Belakang Munculnya Sastra Angkatan ‘66
Munculnya sastra angkatan ‘66 ini didahului dengan adanya kemelut di
segala bidang kehidupan di Indonesia yang disebabkan oleh aksi teror
politik G30S/PKI dan ormas-ormas yang bernaung dibawahnya. Angkatan ‘66
mempunyai cita-cita ingin adanya pemurnian pelaksanaan Pancasila dan
melaksanakan ide-ide yang terkandung di dalam Manifest Kebudayaan. Tumbuhnya
sastra angkatan ‘66 sejalan dengan tumbuhnya aksi-aksi sosial politik di awal
angkatan ‘66 yang dipelopori oleh KAMMI/KAPPI untuk memperjuangkan Tritura.
a. Ciri-Ciri
Puisi
Stuktur
Fisik
1. berbentuk
balada;
2. menggunakan
gaya repetisi;
3. menggunakan
gaya selogan dan retorik.
Struktur Tematik
1. bercorak
kedaerahan;
2. masalah
sosial; kemiskinan, penagguran, perbedaan kaya/miskin; demonstrasi; dan
3. keagamaan.
b. Ciri-Ciri
Prosa dan Drama
Struktur
Fisik
Karya
prosa fiksi dan drama tahun 60-an masih menunjukan struktur fisik konvesional.
Seperti dikatakan oleh Sumarjo (1992: 308) “Kaidah mimesis dalam sastra masih
dipatuhi dalam penulisan sastra drama tahun1950-an dan 60-an di Indonesia.”
Hal
ini menunjukkan bahwa belum terjadi perubahan dalam hal penokohan, alur, dan
latar ceritanya. Bahkan berdasarkan catatan Sumarjo (1992:309), “Dari 55 drama
yang ada sebanyak 45 drama memasang tokoh yang jelas sekali nama, usia,
watak,dan latar belakang sosiologisnya.”
Struktur
Tematik
Prosa fiksi dan drama tahun 60-an
menunjukkan ciri-ciri tema sebagai
berikut:
1. perjuangan
(belatar revolusi);
2. kehidupan
pelacur;
3. sosial;
4. kejiwaan;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar