Kopi
dan Hujan
Musim
hujan tahun ini, seperti musim hujan tahun-tahun yang lalu. Dingin,
deras bercampur kesegaran saat ribuan tetesan air menimpa kulit.
Musim hujan tiba dari bulan oktober sapai bulan maret. Hujan
mengguyur bumi pertiwi tanah Indonesia. Indonesia memiliki dua musim,
musim kemarau dan musim penghujan. Indonesia hanya memiliki dua musim
itu saja, karena negara itu berada tepat di garis kathulistiwa.
Musim
hujan adalah musim yang diidam-idamkan gadis berambut hitam itu,
musim yang ia rindukan sedari dulu. Ia bertahan dan menunggu di musim
kemarau untuk merasakan dan menyambut musim hujan tiba. Bagi banyak
orang, hujan adalah suatu hal yang menghambat aktivitas mereka. Namun
bagi gadis itu, hujan dapat menenangkan pikirannya, meluluhkan
hatinya. Naya menyukai kopi yang tersaji di cangkir kala hujan
mengguyur bumi. Ia selalu menikmati kopi hangat disebuah cafe yang
berada di seberang jalan dari sekolahnya. Dengan berjalan kaki
sejenak, sampailah ia pada bangunan itu. Cafe yang berdinding batu
bata berwarna merah dengan kaca besar didepan bangunan, bahkan
pintunya pun berbahan kaca tebal, sehingga seisi cafe dapat terlihat
dari luar.
Naya
memakai jaket yang berbahan kain tebal berwarna coklat muda
berkancing hitam serta terpasang jelas saku yang berada di sebelah
kanan kiri jaket. Ia mengambil payung yang masih terlipat di dalam
tasnya. Sore ini hujan. Setelah pembelajaran selesai, gadis itu
segera menuju Art
Cafe
yang berada di seberang jalan. Ia bisa mendengar rintikan hujan yang
berjatuhan diatas payung jingganya. Ia bisa merasakan dinginnya angin
yang melewatinya. Walaupun sepatu gadis itu basah terkena air dari
atas, ia tak peduli karena yang basah pun hanya bagian luar saja.
Gadis
itu memasuki Art
Cafe,
dari namanya saja sudah terbayangkan. Cafe yang didalamnya memuat
berbagai seni, dari seni lukis, seni musik, seni ukir, bahkan
terkadang pada hari tertentu cafe itu mempertujukan sebuah tarian
asli Indonesia. Setiap orang yang memasui cafe ini akan disambut oleh
alunan musik yang dapat menghayutkan hati dan disambut oleh
lukisan-lukisan yang terpasang disetiap dinding, terdapat pula ukiran
dari kayu disetiap sudut dengan beragam bentuk seperti patung
manusia, hewan dan masih banyak lagi. Cafe ini berlantai dua,
dekorasi yang sama pula yang berbau kesenian.
Naya
sering datang kemari, ia selalu duduk dipinggir jendela besar di
lantai pertama, baginya jika ia duduk disana, ia dapat melihat
suasana yang ada di luar sana dengan berbagai transportasi darat
berlalu lalang di jalan raya. Ia bisa bersantai sejanak di tempat ini
sebelum berjalan pulang.
“ mau
memesan apa ? “ kata pelayan cafe itu yang tela berada dekat meja
Naya.
“ chocollate
coffe aja “ kata Naya dengan menyungging senyum. Tak lama, pesanan
gadis itu tiba. Kopi hangat ala Art Cafe saat hujan mengguyur di sore
ini.
Naya
sangat menikmati suasana seperti ini, begitu dapat dengan suhu udara
yang dingin menyentuh kulit. Namun, selama beberapa hari ini ia
selalu melihat seorang laki-laki bertubuh tinggi yang selalu
berkunjung di Art Cafe dan selalu duduk sendiri dengan membawa kamera
SLR. Naya merasa selalu diawasi, dintai oleh laki-laki itu.
Perasaannya semakin cemas. Pikirannya campur aduk seperti adonan
roti. Hujan masih berlangsung, untungnya ia membawa payung. Segera
gadis itu menuju kasir untuk membayar kopinya. Merasa janggal akan
hari ini, ia tak mau berlama-lama dalam keadaan tak mengenakkan ini.
Naya
berhenti di tepi jalan raya dibawah payung jingga yang ia miliki,
menunggu kakak laki-lakinya menjemput dirinya. Dingin masih terasa
membalut tubuhnya. Tak lama, sebuah mobil berwarna silver berhenti
didepannya. “ ayo cepat masuk ! “ perintah kakaknya yang membuka
jendela mobil.
“maaf
lama, sudah menunggu berapa lama ? “ tanya kakaknya.
“ baru
sebentar tadi kok. Bukankah memang biasanya Kakak selalu terlambat
menjemputku “
“ kau
benar “ ujar laki-laki yang sedang menguasai gerakya mobil.
Perasaan
Naya semakin tenang setelah menjauh dari laki-laki yang berada di
cafe sana. Lega dan damai akhirnya menggerogoti dirinya.
“ kamu
masih ingat Antonio ? “ tanya laki-laki itu.
“ tentu
sajalah, ia adalah sahabat terbaikku “ ujar Naya semangat.
“ aku
dengar ia pulang ke Indonesia seminggu yang lalu, namun ia tidak
pulang ke rumah. Kata ibunya, ia berada di apartemen dekat sekolahmu.
“ terang Rio tentang laki-laki bernama Antonio itu.
“ benarkah
? tapi aku tak melihatnya. “
“ bodoh.
Memangnya kamu pernah melihatnya sebelumnya, fotopun tidak punya.
Kalian itu umur berapa sekarang ? “
“ ah...
benar. Aku belum pernah melihat wajahnya sekarang. “
###
Sunyi
hening dibawah bulan benderang. Rasa dingin masih terasa kuat
membalut tubuh. Naya memandang langit yang telah berbintang berhias
bulatnya bulan. Ia masih teringat ucapan kakaknya, Antonio sudah
pulang. Dari sore tadi, ia masih memikirkan tentang sahabatnya itu.
Antonio Brown, sahabat Naya sejak kecil. Ia harus pindah bersama ibu
yang berkewargaan Inggris di keluarga Brown,Inggris. Saat itu,
Antonio dan Naya berumur 8 tahun. Walaupun sudah sangat lama mereka
tanpa bertemu sampai berumur 17 tahun, namun rasa rindu masih
menggerogoti mereka.
Naya
membuka tasnya yang berada diatas kursi kamarnya, ia merogoh seisi
tasnya. Tak ada. Ia mengeluarkan seisi tasnya. Tetap tak ada. Ia
menggeledah seisi kamarnya. Tak ada. “ dimana bukuku ? “. Naya
mengingat-ingat dimana ia meletakkan buku diary miliknya. Mungkinkah
tertinggal di cafe kemarin ?, pikirnya singkat. Jika pun iya, semoga
tidak dibaca oleh orang yang ada disana. Apalagi ini sudah larut
malam, tak mungkin ia kembali kesana bukan.
###
Sehabis
pulang dari sekolahnya, Naya datang ke Art Cafe. Mencari tahu apakah
buku miliknya memang disini. Buku diary berwarna biru dengan gambar
bunga anggrek merah.
“ permisi,apakah
kemarin ada buku yang tertinggal disini ? “ tanya Naya kepada
penjaga kasir.
“ maaf,
sepertinya tidak ada. “ ujar wanita cantik penjaga kasir dengan
model baju khas Art Cafe. Kekecewaan menjalar kembali dihati gadis
itu. Kemana lagi ia bisa menemukan bukunya. Hilang ?. belum lagi
masalah buku diary, laki-laki yang seakan mengawasi gerak gerik Naya
ternyata berada di cafe ini lagi. Naya bersikap seolah tenang akan
laki-laki yang tak ia kenal di cafe ini.
Naya
bergegas keluar dari cafe ini, menghindari laki-laki misterius tadi
dan harus berfikir kembali dimana bukunya itu. Namun seolah ada yang
mengikuti dirinya, ahhh.. benar. Pemuda itu menghampiri dirinya. Mata
gadis itu membelalak melihat laki-laki itu semakin mendekat. Yang
lebih menakutkan lagi, terlihat laki-laki itu merogoh isi jas biru.
Mungkinkah belati ? pistol ?. langkah gadis itu semakin cepat,
tolong !. “ Naya ! “ teriak laki-laki itu. Naya tetap berlari
menghindar. Namun, seakan tangannya telah tertangkap oleh laki-laki
itu. “ lepaskan !! tolong ! tolong ! “ teriak Naya ketakutan.
Gadis ini benar-benar setengah mati ketakutan.
“ ini
aku !! “ ujar laki-laki itu.
“ siapa
!! lepaskan !! “ teriak Naya
“ Antonio
Brown ! “ ujar laki-laki itu. Mendengar nama itu, Naya diam tak
bergerak. Matanya masih membulat. Ia berfikir sejenak. Nama itu ?.
“ bohong..
“ ujar Naya lirih.
“ tidak,
aku Antonio. Sungguh. “ terang laki-laki itu mencoba meyakinkan
gadis itu.
“ buktikan,
buktikan jika kamu Antonio. “ tantang Naya untuk memastikan apakah
laki-laki ini benar-benar Antonio, sahabatnya.
“ aku
Antonio Brown, nama ayahku Joko yang berasal dari Indonesia dan ibuku
Susan Brown dari Inggris. Aku baru pulang satu minggu yang lalu. Aku
pindah ke Inggris saat berumur delapan tahun. Kita berdua suka es
krim saat kecil dan kita sering bermain bersama di pekarangan
rumahmu. Dan.. “ terangan laki-laki itu terhenti saat gadis itu
meminta laki-laki itu berhenti bicara. Hujan tiba-tiba mengguyur
tanah tempat itu. Mereka terjebak dalam hujan sekarang, bahkan Naya
pun tidak membawa payung hari itu.
“ hujan
“ ujar Naya lirih.
“ apartemenku
dekat sini, ayo kesana saja dulu. “ kata Antonio. Entah mengapa
Naya percaya dengan semua ucapan laki-laki itu. Ia percaya bahwa dia
teman kecilnya, Antonio.
###
Apartemen
yang berada di sebelah sekolah dengan cat warna hijau yang memiliki
tiga lantai dan tiga bangunan. Jalan setapak yang berbahan dari
batu-batu kerikil yang disetiap pinggir jalannya terdapat taman kecil
tersedia disana. Gedung C, lantai dua, nomor 34. Mereka berdua
memasuki apartemen yang luasnya cukup besar. Satu kamar dan satu
kamar mandi dengan ruang tamu dan dapur yang menjadi satu.
“ kenapa
kamu baru beritahu aku ? padahal kamu selalu ada cafe itu “ kata
Naya yang telah duduk di sofa merah marun yang membentu leter U.
Antonio terdiam dengan senyuman yang tersungging diwajahnya.
“ maaf
Nay, hanya saja butu waktu untuk memberi tahu kepadamu. Jujur saja,
aku ingin melihatmu tanpa harus kau tahu. “ ujarnya.
“ maksudmu
? “
“ aku
merindukanmu. “ ujar Antonio dengan wajah teduhnya. Ucapan
laki-laki itu membuat ternggorokan Naya cercengat, ia memalingkan
wajah. Menyembunyikan kerinduan yang sama halnya dengan laki-laki
yang berdiri di dapur. Antonio menyodorkan kopi yang tersaji di
cangkir biru dengan garis merah kepada gadis yang masih duduk
memandangi seluruh ruangan. Mereka berbincang-bincang tentang
kehidupan mereka selama ini, hingga hujan reda bahkan hingga malam.
“ sudah
malam... “ kata Naya.
“ akan
kuantarkan kamu pulang. “ ujar Antonio dengan senang hati
mengantarkan gadis itu sampai ke rumahnya. Naya menyarankan kepada
laki-laki itu juga mengunjungi rumah orang tuanya, memangnya ada
orang tuanya yang tega anaknya jauh dari rumah dan bahkan belum
semapt pulang ke rumahnya sendiri. “ tenang saja, tentu aku akan
kesana. “ ujar Antonio.
###
Sekarang,
mereka selalu bersama, membayar waktu yang telah lama mereka tidak
lalui bersama. Mereka selalu bercerita tentang diri mereka. Seperti
dulu, selalu bersama sejak kecil. Mereka masih sama, menyukai es krim
dan hujan. Kedekatan mereka semakin dekat layaknya kakak adik bahkan
seperti halnya sepasang kekasih baru. Namun hanya mereka yang tahu
apa hubungan mereka, hanyalah sahabat erat sejak kecil sampai tua
nanti. Tak lebih dan tak kurang.
Bak
gulali lengket yang sukar dipisahkan. Itulah mereka saat ini, bahkan
dari dulu dan sampai tua nanti. Tuhan,
jangan Engkau pisahkan kami lagi dalam jarak yang jauh. Kami ingin
selalu seperti ini sampai kami membentuk sebuah keluarga dan sampai
akhir menutup mata kami nanti.
Selesai..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar