Sabtu, 30 Januari 2016

kopi dan hujan


Kopi dan Hujan


Musim hujan tahun ini, seperti musim hujan tahun-tahun yang lalu. Dingin, deras bercampur kesegaran saat ribuan tetesan air menimpa kulit. Musim hujan tiba dari bulan oktober sapai bulan maret. Hujan mengguyur bumi pertiwi tanah Indonesia. Indonesia memiliki dua musim, musim kemarau dan musim penghujan. Indonesia hanya memiliki dua musim itu saja, karena negara itu berada tepat di garis kathulistiwa.

Musim hujan adalah musim yang diidam-idamkan gadis berambut hitam itu, musim yang ia rindukan sedari dulu. Ia bertahan dan menunggu di musim kemarau untuk merasakan dan menyambut musim hujan tiba. Bagi banyak orang, hujan adalah suatu hal yang menghambat aktivitas mereka. Namun bagi gadis itu, hujan dapat menenangkan pikirannya, meluluhkan hatinya. Naya menyukai kopi yang tersaji di cangkir kala hujan mengguyur bumi. Ia selalu menikmati kopi hangat disebuah cafe yang berada di seberang jalan dari sekolahnya. Dengan berjalan kaki sejenak, sampailah ia pada bangunan itu. Cafe yang berdinding batu bata berwarna merah dengan kaca besar didepan bangunan, bahkan pintunya pun berbahan kaca tebal, sehingga seisi cafe dapat terlihat dari luar.
Naya memakai jaket yang berbahan kain tebal berwarna coklat muda berkancing hitam serta terpasang jelas saku yang berada di sebelah kanan kiri jaket. Ia mengambil payung yang masih terlipat di dalam tasnya. Sore ini hujan. Setelah pembelajaran selesai, gadis itu segera menuju Art Cafe yang berada di seberang jalan. Ia bisa mendengar rintikan hujan yang berjatuhan diatas payung jingganya. Ia bisa merasakan dinginnya angin yang melewatinya. Walaupun sepatu gadis itu basah terkena air dari atas, ia tak peduli karena yang basah pun hanya bagian luar saja.

Gadis itu memasuki Art Cafe, dari namanya saja sudah terbayangkan. Cafe yang didalamnya memuat berbagai seni, dari seni lukis, seni musik, seni ukir, bahkan terkadang pada hari tertentu cafe itu mempertujukan sebuah tarian asli Indonesia. Setiap orang yang memasui cafe ini akan disambut oleh alunan musik yang dapat menghayutkan hati dan disambut oleh lukisan-lukisan yang terpasang disetiap dinding, terdapat pula ukiran dari kayu disetiap sudut dengan beragam bentuk seperti patung manusia, hewan dan masih banyak lagi. Cafe ini berlantai dua, dekorasi yang sama pula yang berbau kesenian.
Naya sering datang kemari, ia selalu duduk dipinggir jendela besar di lantai pertama, baginya jika ia duduk disana, ia dapat melihat suasana yang ada di luar sana dengan berbagai transportasi darat berlalu lalang di jalan raya. Ia bisa bersantai sejanak di tempat ini sebelum berjalan pulang.
mau memesan apa ? “ kata pelayan cafe itu yang tela berada dekat meja Naya.
chocollate coffe aja “ kata Naya dengan menyungging senyum. Tak lama, pesanan gadis itu tiba. Kopi hangat ala Art Cafe saat hujan mengguyur di sore ini.
Naya sangat menikmati suasana seperti ini, begitu dapat dengan suhu udara yang dingin menyentuh kulit. Namun, selama beberapa hari ini ia selalu melihat seorang laki-laki bertubuh tinggi yang selalu berkunjung di Art Cafe dan selalu duduk sendiri dengan membawa kamera SLR. Naya merasa selalu diawasi, dintai oleh laki-laki itu. Perasaannya semakin cemas. Pikirannya campur aduk seperti adonan roti. Hujan masih berlangsung, untungnya ia membawa payung. Segera gadis itu menuju kasir untuk membayar kopinya. Merasa janggal akan hari ini, ia tak mau berlama-lama dalam keadaan tak mengenakkan ini.
Naya berhenti di tepi jalan raya dibawah payung jingga yang ia miliki, menunggu kakak laki-lakinya menjemput dirinya. Dingin masih terasa membalut tubuhnya. Tak lama, sebuah mobil berwarna silver berhenti didepannya. “ ayo cepat masuk ! “ perintah kakaknya yang membuka jendela mobil.
maaf lama, sudah menunggu berapa lama ? “ tanya kakaknya.
baru sebentar tadi kok. Bukankah memang biasanya Kakak selalu terlambat menjemputku “
kau benar “ ujar laki-laki yang sedang menguasai gerakya mobil.
Perasaan Naya semakin tenang setelah menjauh dari laki-laki yang berada di cafe sana. Lega dan damai akhirnya menggerogoti dirinya.
kamu masih ingat Antonio ? “ tanya laki-laki itu.
tentu sajalah, ia adalah sahabat terbaikku “ ujar Naya semangat.
aku dengar ia pulang ke Indonesia seminggu yang lalu, namun ia tidak pulang ke rumah. Kata ibunya, ia berada di apartemen dekat sekolahmu. “ terang Rio tentang laki-laki bernama Antonio itu.
benarkah ? tapi aku tak melihatnya. “
bodoh. Memangnya kamu pernah melihatnya sebelumnya, fotopun tidak punya. Kalian itu umur berapa sekarang ? “
ah... benar. Aku belum pernah melihat wajahnya sekarang. “
###

Sunyi hening dibawah bulan benderang. Rasa dingin masih terasa kuat membalut tubuh. Naya memandang langit yang telah berbintang berhias bulatnya bulan. Ia masih teringat ucapan kakaknya, Antonio sudah pulang. Dari sore tadi, ia masih memikirkan tentang sahabatnya itu. Antonio Brown, sahabat Naya sejak kecil. Ia harus pindah bersama ibu yang berkewargaan Inggris di keluarga Brown,Inggris. Saat itu, Antonio dan Naya berumur 8 tahun. Walaupun sudah sangat lama mereka tanpa bertemu sampai berumur 17 tahun, namun rasa rindu masih menggerogoti mereka.
Naya membuka tasnya yang berada diatas kursi kamarnya, ia merogoh seisi tasnya. Tak ada. Ia mengeluarkan seisi tasnya. Tetap tak ada. Ia menggeledah seisi kamarnya. Tak ada. “ dimana bukuku ? “. Naya mengingat-ingat dimana ia meletakkan buku diary miliknya. Mungkinkah tertinggal di cafe kemarin ?, pikirnya singkat. Jika pun iya, semoga tidak dibaca oleh orang yang ada disana. Apalagi ini sudah larut malam, tak mungkin ia kembali kesana bukan.
###

Sehabis pulang dari sekolahnya, Naya datang ke Art Cafe. Mencari tahu apakah buku miliknya memang disini. Buku diary berwarna biru dengan gambar bunga anggrek merah.
permisi,apakah kemarin ada buku yang tertinggal disini ? “ tanya Naya kepada penjaga kasir.
maaf, sepertinya tidak ada. “ ujar wanita cantik penjaga kasir dengan model baju khas Art Cafe. Kekecewaan menjalar kembali dihati gadis itu. Kemana lagi ia bisa menemukan bukunya. Hilang ?. belum lagi masalah buku diary, laki-laki yang seakan mengawasi gerak gerik Naya ternyata berada di cafe ini lagi. Naya bersikap seolah tenang akan laki-laki yang tak ia kenal di cafe ini.
Naya bergegas keluar dari cafe ini, menghindari laki-laki misterius tadi dan harus berfikir kembali dimana bukunya itu. Namun seolah ada yang mengikuti dirinya, ahhh.. benar. Pemuda itu menghampiri dirinya. Mata gadis itu membelalak melihat laki-laki itu semakin mendekat. Yang lebih menakutkan lagi, terlihat laki-laki itu merogoh isi jas biru. Mungkinkah belati ? pistol ?. langkah gadis itu semakin cepat, tolong !. “ Naya ! “ teriak laki-laki itu. Naya tetap berlari menghindar. Namun, seakan tangannya telah tertangkap oleh laki-laki itu. “ lepaskan !! tolong ! tolong ! “ teriak Naya ketakutan. Gadis ini benar-benar setengah mati ketakutan.
ini aku !! “ ujar laki-laki itu.
siapa !! lepaskan !! “ teriak Naya
Antonio Brown ! “ ujar laki-laki itu. Mendengar nama itu, Naya diam tak bergerak. Matanya masih membulat. Ia berfikir sejenak. Nama itu ?.
bohong.. “ ujar Naya lirih.
tidak, aku Antonio. Sungguh. “ terang laki-laki itu mencoba meyakinkan gadis itu.
buktikan, buktikan jika kamu Antonio. “ tantang Naya untuk memastikan apakah laki-laki ini benar-benar Antonio, sahabatnya.
aku Antonio Brown, nama ayahku Joko yang berasal dari Indonesia dan ibuku Susan Brown dari Inggris. Aku baru pulang satu minggu yang lalu. Aku pindah ke Inggris saat berumur delapan tahun. Kita berdua suka es krim saat kecil dan kita sering bermain bersama di pekarangan rumahmu. Dan.. “ terangan laki-laki itu terhenti saat gadis itu meminta laki-laki itu berhenti bicara. Hujan tiba-tiba mengguyur tanah tempat itu. Mereka terjebak dalam hujan sekarang, bahkan Naya pun tidak membawa payung hari itu.
hujan “ ujar Naya lirih.
apartemenku dekat sini, ayo kesana saja dulu. “ kata Antonio. Entah mengapa Naya percaya dengan semua ucapan laki-laki itu. Ia percaya bahwa dia teman kecilnya, Antonio.
###

Apartemen yang berada di sebelah sekolah dengan cat warna hijau yang memiliki tiga lantai dan tiga bangunan. Jalan setapak yang berbahan dari batu-batu kerikil yang disetiap pinggir jalannya terdapat taman kecil tersedia disana. Gedung C, lantai dua, nomor 34. Mereka berdua memasuki apartemen yang luasnya cukup besar. Satu kamar dan satu kamar mandi dengan ruang tamu dan dapur yang menjadi satu.
kenapa kamu baru beritahu aku ? padahal kamu selalu ada cafe itu “ kata Naya yang telah duduk di sofa merah marun yang membentu leter U. Antonio terdiam dengan senyuman yang tersungging diwajahnya.
maaf Nay, hanya saja butu waktu untuk memberi tahu kepadamu. Jujur saja, aku ingin melihatmu tanpa harus kau tahu. “ ujarnya.
maksudmu ? “
aku merindukanmu. “ ujar Antonio dengan wajah teduhnya. Ucapan laki-laki itu membuat ternggorokan Naya cercengat, ia memalingkan wajah. Menyembunyikan kerinduan yang sama halnya dengan laki-laki yang berdiri di dapur. Antonio menyodorkan kopi yang tersaji di cangkir biru dengan garis merah kepada gadis yang masih duduk memandangi seluruh ruangan. Mereka berbincang-bincang tentang kehidupan mereka selama ini, hingga hujan reda bahkan hingga malam.
sudah malam... “ kata Naya.
akan kuantarkan kamu pulang. “ ujar Antonio dengan senang hati mengantarkan gadis itu sampai ke rumahnya. Naya menyarankan kepada laki-laki itu juga mengunjungi rumah orang tuanya, memangnya ada orang tuanya yang tega anaknya jauh dari rumah dan bahkan belum semapt pulang ke rumahnya sendiri. “ tenang saja, tentu aku akan kesana. “ ujar Antonio.
###

Sekarang, mereka selalu bersama, membayar waktu yang telah lama mereka tidak lalui bersama. Mereka selalu bercerita tentang diri mereka. Seperti dulu, selalu bersama sejak kecil. Mereka masih sama, menyukai es krim dan hujan. Kedekatan mereka semakin dekat layaknya kakak adik bahkan seperti halnya sepasang kekasih baru. Namun hanya mereka yang tahu apa hubungan mereka, hanyalah sahabat erat sejak kecil sampai tua nanti. Tak lebih dan tak kurang.
Bak gulali lengket yang sukar dipisahkan. Itulah mereka saat ini, bahkan dari dulu dan sampai tua nanti. Tuhan, jangan Engkau pisahkan kami lagi dalam jarak yang jauh. Kami ingin selalu seperti ini sampai kami membentuk sebuah keluarga dan sampai akhir menutup mata kami nanti.
Selesai..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar